Segala puji bagi Allah Ta’ala, Rabb semesta alam. Dialah yang telah melimpahkan nikmat, dan kita wajib mensyukurinya. Jika bersyukur, Allah Ta’ala akan tambahkan nikmat itu. Dan akan diberikan azab, jika kita mengingkarinya.
Ada enam hal yang bisa menjadi parameter syukur. Berikut kami ringkas dari ‘Uddatush Shabirin Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah yang mengutip pendapat Abu Hazim.
MATA
Datanglah seseorang yang bertanya kepada Abu Hazim, “Apakah syukur dari kedua mata?”
“Apabila engkau melihat kebaikan,” jawab Abu Hazim, “engkau menceritakannya. Dan jika menyaksikan keburukan, engkau menutupinya.”
TELINGA
Sang penanya melanjutkan soalannya, “Apakah syukur dari kedua telinga?”
“Jika kebaikan yang kaudengar,” tutur Abu Hazim, “maka engkau memperlihatkannya.” Kemudian saat yang didengar adalah keburukan, bentuk syukurnya adalah, “Engkau menolaknya.”
TANGAN
Setelah kedua mata dan kedua telinga, syukur juga berlaku untuk kedua tangan. Bentuknya, sebagaimana jawaban yang diberikan oleh Abu Hazim kepada penanya tersebut, “Jangan memungut sesuatu yang bukan hakmu, dan jangan halangi Hak Allah Ta’ala pada keduanya (kedua tangan).”
PERUT
Selanjutnya, terkait perut yang menjadi sumber dosa serta penyakit jika tidak diatur dengan baik, cara bersyukurnya adalah dengan mengisi makanan di bagian bawahnya dan ilmu di bagian atasnya.
KEMALUAN
Maka saat ditanya syukur dari alat kelamin, Abu Hazim membaca surat al-Mukminun [23] ayat 5-7: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”
KAKI
“Lalu,” pungkas orang itu menyampaikan pertanyaan, “apa syukur dari kedua kaki?”
Syukur dari kedua kaki, menurut Abu Hazim, “Jika mengetahui amal shaleh orang yang sudah mati, kemudian seseorang merasa iri dan menandinginya; maka ia menirunya, dan kedua kakinya digunakan untuk melakukan amal itu.”
Namun, jika amal orang yang telah mati adalah keburukan, maka bentuk bersyukur orang yang masih hidup adalah membenci amal buruk tersebut dengan tidak melakukannya.
ANDAI TAK SEMPURNA
Di akhir dialog ini, Abu Hazim mengibaratkan seseorang yang tidak sempurna dalam syukur. Ialah mereka yang hanya bersyukur dengan lisan, lalu tidak berupaya sekuat tenaga untuk bersyukur dengan anggota badan, bahkan enggan untuk berniat melakukannya.
“Ia seperti orang yang memiliki baju, namun hanya memegang ujungnya,” demikian jelasnya. Maknanya, “Ia tidak bisa memanfaatkan bajunya untuk melindungi tubuh dari panas yang menyengat maupun dingin yang menggigit, baik dari hujan maupun salju.”
Ya Allah, tolonglah kami untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan membaguskan ibadah kami kepada-Mu. [Pirman]
Comments
Post a Comment